Jumat, 16 Agustus 2013

MERDEKA atau TERJAJAH ?

Bangun tidur minum apa ? Aqua ? 74% sahamnya milik Danone perusahaan Perancis) atau
Teh Sariwangi (100% saham milik Unilever Inggris.)
gulanya jg impor (Gulaku - Malaysia).

Punya orok Minum susu SGM (milik Sari Husada yg 82% sahamnya dikuasai Numico Belanda).

Lalu mandi pakai sabun Lux. Gosok gigi dgn Pepsodent (Unilever,Inggris).

Sarapan ? Berasnya beras impor dari Thailand (BULOGpun impor),

Mau santai habis makan, rokoknya
Sampoerna (97% saham milik Philip Morris Amerika).

Keluar rumah naik motor/ mobil buatan Jepang, Cina,India, Eropa tinggal pilih.

Sampai kantor nyalain AC buatan Jepang, Korea, Cina.

Pakai komputer, hp (operator Indosat, XL,Telkomsel semuanya milik asing; Qatar, Singapura, Malaysia).

Mau belanja ke Giant, ternyata punya Dairy Farm International,Malaysia yg juga punya saham Hero.

Bangun rumah pake semen Tiga Roda Indocement sekarang milik Heidelberg (Jerman 61,70%). Semen
Gresik milik Cemex Meksiko, Semen Cibinong punyanya Holcim (Swiss).


Bagaimana dengan sektor keuangan? ternyata industri asuransi dikuasai asing. Sekitar 50% perusahaan asuransi jiwa dikuasai asing karena pemerintah dengan secara super liberal memberikan izin investor asing menguasai 80% saham perusahaan asuransi. Pasar modal juga dikuasai oleh investor asing sekitar 6-%-70% nya. demikian juga dengan saham BUMN yang telah go public 60% nya dipegang asing.
Bagaimana dengan perbankan?. Ternyata 15 bank yang menguasai pangsa pasar sebesar 85% telah dikuasai asing sebesar 50 %. Artinya asing menguasai industri perbankan kita. Demikian mudah dan murah membukan bank dinegara ini. Sementara dinegara lain setengah mati jika orang asing ingin buka bank dinegaranya. Kenapa? Karena mereka sadar bahwa perbankan dan keuangan adalah darah bagi tubuh negara mereka. Dikuasai asing berarti mereka terjajah dan menggadaikan negaranya kepada asing. Dinegara ini, pihak asing boleh menguasai 99% saham bank yang beroperasi di Indonesia. Sangat liberal sekali.
Contoh: Ambil uang di ATM BCA, Danamon,
BII, Bank Niaga dll ah semuanya sudah milik asing


Kita katanya kaya dengan minyak dan gas, namun apakah kita menguasai industri eksploitasi minyak dan gas dinegara sendiri? Apakah Pertamina menjadi tuan rumah dikampungnya sendiri? Ternyata tidak juga. porsi operator asing adalah 75% dan operator bangsa sendiri hanya 25% nya saja. Mereka semua berorientasi ekspor, maka tidak heran kalau kita kesulitan gas didalam negeri sendiri dan maha.l
-Tanah Papua yg kaya, sejak thn 1967 (era ORBA dimulai) dikeruk oleh PT Freeport (99% saham). Keuntungan utk RI hanya 1%.
-Produksi Pertamina sbnyak 1.3 jt barel per hari. Tp RI hanya bisa mengolah 300rb barel. 1jt barel dilakukan oleh asing.




Catatan:
Lalu apa makna kemerdekaan sebenarnya? Sementara 73% penguasaan hak hidup hajat orang banyak dikuasai oleh asing. Sadarkah kita disaat berteriak 'NKRI HARGA MATI' tetapi sebenarnya kita sedang dihabisi, di infiltrasi dan dikuasai oleh asing? Sedih rasa nya saat mengenang jasa para pahlawan yg telah gugur demi mempertahankan NKRI.
Kembalikan PANCASILA sebagai Ruh yg menjadi jiwa dlm sendi2 kehidupan Bangsa. Kembalikan UUD 45 Amandemen khususnya pasal 33 kepada teks asli, krn sdh sangat jelas UUD '45 Amandemen adalah membuka ruang Imperialisme.
Mari Bung Rebut Kembali apa yang menjadi Hak Bangsa  ini untuk Berdaulat di negeri nya sendiri. 
SALAM KU UNTUK SELURUH ANAK NEGERI YG MASIH PEDULI !

NB: Maaf tidak ada kebencian sedikitpun terhadap merk dagang yang disebut diatas.

Senin, 10 Juni 2013

Kontemplasi Milad 10 Juni 2013

Waktu pun Semakin Tua...

Dan Kehidupan terus belanjut dalam nadi,,
Setiap Waktu adalah proses kehidupan, Setiap Waktu adalah saksi hidup mati anak manusia,, Dan setiap Waktu adalah anugrahNya utk manusia melanjutkan kehidupan...

Belum lama rasanya ke sia-sia an waktu yg pernah ada berlalu & masih menyisakan luka.. Waktu tak pernah berdusta & slalu menjadi saksi perjalanan kehidupan,,, tinggal Kita jalani sisa kehidupan selanjutnya yang tak pernah kita mengerti sampai waktu kita telah habis.
Waktu hanya bersahabat kepada manusia yg memuja kehadirannya dengan baik, dan juga kepada mereka yang mengambil hikmah darinya... Waktu pula yang mengajarkan kita tuk jadi Insan terbaik...

Setiap Mahluk akan menjadi Tua & Mati adalah sebuah Kepastian,,, Tetapi tidak semua mahluk tumbuh menjadi lebih baik & Dewasa dari waktu ke waktu... Berproses lah bersama waktu...
Panjatkan slealu Puji syukur padaNya atas salah satu pemberianNya berupa salah satu kreasi terbaik Sang Pencipta, yaitu 'Waktu'.

Walaupun kita tak pernah tau Entah Waktu yang mengejar Kita ataukah Kita yang mengejar Waktu..
Tapi sungguh begitu besar anugerahNya atas Waktu yang diberikan kepada kita.
Wallahualam Bishshawab...

Kamis, 06 Juni 2013

Soeharto Tidak Layak Menjadi Pahlawan Nasional



Masih ada saja kelompok masyarakat yang bersemangat mendesak pemerintah untuk pemberian gelar pahlawan nasional kepada Mantan Presiden RI Soeharto.  Sejumlah elemen masyarakat yang masih eling menyatakan sikap menolak dengan tegas rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dengan alasan apapun.

Alasan serta ulasan penolakan itu antara lain
Pertama, selama berkuasa lebih kurang 32 tahun Suharto tercatat sebagai salah satu penguasa nomor wahid yang paling banyak memiliki catatan pelanggaran HAM di dunia.
Beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang  menjadi tanggung jawab Soeharto, antara lain, efek Tragedi Politik 65, yang membantai jutaan korban anak bangsa tanpa proses peradilan yang jelas dengan tuduhan bahwa mereka terlibat PKI, tragedi kebijakan pembangunan dengan penggusuran rakyat (misalnya pembangunan waduk Kedungombo dll), politik pengekangan kebebasan mahasiswa, pembredelan pers yang dianggap berseberangan dengan jalan kekuasaan nya, peristiwa Timor Timur, Talangsari, Penembakan Misterius (Petrus), Tanjung Priok, DOM di Aceh, sampai dengan Tragedi Mei 1998. Dan salah satu hal yang paling fatal adalah menghalalkan segala praktik dosa nya mengatas namakan Pancasila. Berbagai praktik pelanggaran HAM tersebut, sampai akhir hayatnya, tidak pernah dipertanggungjawabkan Soeharto baik secara politik maupun secara hukum. Itu artinya masyarakat korban politik Soeharto sampai saat ini tidak pernah mendapatkan kebenaran, pemulihan, dan keadilan. Dengan kata lain, Soeharto tidak memiliki prasyarat dasar sebagai  Pahlawan, yakni pemimpin yang bersih dan bertanggung jawab. Sebaliknya, Soeharto adalah pemimpin politik yang tangannya penuh lumuran darah rakyat yang ditindasnya. Kalaupun Soeharto disebut memiliki sejumlah jasa kepada republik ini, jasa-jasa tersebut  tidak bisa menghapus dosa-dosa politik yang dibuatnya. Bahkan efek terbesar saat ini dari Pelanggaran HAM Soeharto tersebut adalah melemahnya bargaining positions TNI dan Ketahanan Nasional RI dimata Dunia Internasional dikarenakan dosa-dosa HAM Soeharto yng terlalu menjadikan TNI (ABRI) sebagai Algojo politik lapangan Soeharto untuk menebas siapapun yang dianggap berseberangan / lawan politik serta  siapapun yang mengganggu stabilitas pemerintahannya. Sungguh miris melihat Patriot-patriot NKRI (TNI) saat ini yang sudah semakin profesional & cerdas, sedikit-sedikit selalu dihantui Hantu yang bernama KOMNAS HAM & LSM Kemanusiaan (sebagai penjelmaan tangan-tangan USA & Pihak Barat) yang selama ini sangat menyudutkan TNI. Ini jelas efek kejahatan HAM Soeharto bukan dosa TNI yang semakin profesional & cerdas
.  
Kedua,  Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi:
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.
Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR.


Ketiga, Soeharto tercatat sebagai pemimpin politik nomor satu paling korup di Dunia (Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations, 2005), sama dengan peringkat hasil penelitian Transparency International, tahun 2004. Oleh sebab itu, pemberian gelar kepahlawanan kepada Jenderal Soeharto,
seorang diktator dan pemimpin politik paling korup akan menjadi cacat sejarah bagi pemerintahan SBY/Budiono. Partai politik, yang sedang berkuasaa saat ini, akan ditagih oleh generasi mendatang.
Cacat dan luka terberat justru dialami oleh rakyat Indonesia sebab rakyat akhirnya termanipulasi oleh para penguasa licik dan banci dengan pemberian gelar kepahlawanan kepada sang diktator dan pemimpin paling korup di dunia.

Keempat, Rezim SBY-Boediono wajib meluruskan sejarah tragedi politik 65, Malari, Tanjung Priok, Trisakti 1998 dll, mengungkap kebenaran, serta mewujudkan keadilan dengan memulihkan hak-hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya para korban politik Soeharto. Rezim SBY - Boediono wajib mengembalikan pencitraan & bargaining positions TNI sebagai penyangga Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas & Objektif tanpa takut atas issue HAM yang dikeluarkan pleh LSM antek-antek asing  serta Komnas HAM. Karena permasalahan krisis ideologi serta disintegrasi bangsa yang terjadi saat ini semakin marak. Jangan lah dosa Politik & HAM Soeharto mengorbankan TNI ke dasar jurang yang jauh dari fungsi serta tugas yang sesungguhnya. Kembalikan tempat TNI untuk bermanunggal bersama Rakyat demi menjaga serta mencegah terjadinya Disintegrasi Bangsa dan Infiltrasi Asing. TNI dari dan untuk Rakyat ! Bukan untuk Soeharto dan kroni-kroni nya !



MERDEKA !

Pidato Bung Karno pada Sidang BPUPKI Pertama (29 Mei - 1 Juni 1945)

PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945, LAHIRNYA PANCASILA

Paduka Tuan Ketua yang mulia!

Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Paduka tuan Ketua yan mulia. Apakah permintan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepad sdang Dkuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nati akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.

Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan: Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”.

Merdeka buat saya ialah “political independence”, politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?

Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini “zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil “Zwaarwichtig” sampai kata orang Jawa “jelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.

Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.

Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!

Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet! Maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.

Bacalah buku Amstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arab sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka.

Lihatlah pula jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih daripada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan!

Maaf, Paduka Tuan Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya buku, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, sampai di lobang kubur! (tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politike onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.

Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, in one night only! kata Amstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirkan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian daripada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade, yaitu orang Badui, diberi pelajaran bercocok-tanam. Nomade diubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, semuanya di seberangi jembatan.

Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunya radio-station, yang menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis?

Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda itu semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!!! (hadirin bertepuk tangan)….

Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahl semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka Sekarang, sekarang, sekarang! (hadirin bertepuk tangan)….

Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!

Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Mereka? (hadirin berteriak: Tidak! Tidak!)

Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan)

Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka. (Tepuk tangan riuh)

Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.

Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur.

Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.

Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dn Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa).

Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamany! (tertawa)

Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh)

Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu.

Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”

Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.

Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka.

Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!)

Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal “merdeka” maka sekarang yang bicarakan tentang hal dasar.

Paduka tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang Paduka tuan Ketua kehendaki! Paduka tuan Ketua minta dasar, minta philosophisce grondslag, atau jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu “Weltanschauung”, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.

Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas “Weltanschauung”. Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische Weltanscahuung”, filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas satu “Weltanschauung”. Yaitu Marxistische, Historisch-Materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas “Weltanschauung”, yaitu yang dinamakan “Tenoo Koodoo Seishin”. Di atas “Tenoo Koodoo Seishin” inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu “Weltanschauung”, bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah, yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia: Apakah “Weltanschauung” kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka?

Tuan-tuan sekalian, “Weltanschauung” ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam “Weltanschauung” mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan. Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed: “Sovyet – Rusia didirikan di dalam 10 hari oleh Lenin c.s.”, John Reed, di dalam kitabnya: “Ten days that shock the world”, “Sepuluh hari yang menggoncangkan dunia”, walaupun Lenin mendirikan Sovyet- Rusia di dalam 10 hari, tetapi “Weltanschauung”nya telah tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah tersedia “Weltanschauung”-nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas “Weltanschauung” yang sudah ada. Dari 1895 “Weltanschauung” itu dicobakan di “generala-repetitie-kan”.

Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri “generale-repetitie” daripada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, “Weltanschauung” itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu di atas “Weltanschauung” yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?

Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung.

Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya “Weltanschauung” itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini, “Weltanschauung” ini, dapat menjelma dengan dia punya “Munchener Putch”, tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya yang beliau dapat merebut kekuasaan, dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar “Weltanschauung” yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu.

Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia merdeka, Paduka tuan Ketua, timbullah pertanyaan: Apakah “Weltanschauung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka di atasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh doctor Sun Yat Sen?

Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi “Weltanschauung”nya telah diikhtiarkan tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The three people’s principles” San Min Chu I, Mintsu, Minchuan, Min Sheng, nasionalisme, demokrasi, sosialisme, telah digambarkan oleh doctor Sun Yat Sen. Weltanschauung itu, baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschauung” San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.

Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka di atas “Weltanschauung” apa? Nasional-sosialisme-kah? Marxisme-kah, San Min Chu-I-kah, atau “Weltanschauung” apakah?

Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, macam-macam, tetapi alangkah benarnya perkataan dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu “Weltanschauung” yang kita semua setuju: Saya katakana lagi setuju! Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang Saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?

Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosaki ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan.

Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.

Saya minta, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain: Maafkanlah saya memakai perkataan “kebangsaan” ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara. Janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu nationale staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakana kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuan pun orang Indonesia, nenek tuan pun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.

Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempo sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?

Menurut Rena syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu” perlu orang-orang yang merasa diri bersatu dan mau bersatu.

Ernest Renan menyebut syarat bangsa: “le, desir d’etre ensemble”, yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.

Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage”, di situ ditanyakan: “Was ist eine Nation?” dan jawabnya ialah “Eine Nation ist eine aus Schiksalgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft”. Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).

Tetapi kemarin pun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata “verouderd”, “sudah tua”. Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah “verouderd”, sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenchap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.

Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau tuan Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!

Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan “Gemeinschaft”nya dan perasaan orangnya, “I’ame et le desir”. Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT, membuat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” di situ. Seorang anak kecil pun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar lautan Pacific dan lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu benuar Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan lain-lain pulau kecil di antaranya adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia adalah “golbreker” atau pengadang gelombang lautan Pacific adalah satu kesatuan.

Anak kecil pun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.

Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah SWT demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani, adalah satu kesatuan.

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah-air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah-air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup “le desir d’etre ensemble”, tidak cukup definisi Otto Bauer “aus Schiksalgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft” itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada “desir d’etre ensemble”, adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2,5 milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil daripada satu kesatuan! Penduduk Jogja pun adalah merasa “le desir d’etre ensemble”, tetapi Jogja pun hanya satu bagian kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble”, tetapi Sunda pun hanya satu bagian kecil daripada satu kesatuan.

Pendek kata, bahasa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan “le desir d’etre ensemble” di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Jogja, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnya! Karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada “le desir d’etre ensemble”, sudah terjadi, Charaktergemeinschaft! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia jumlah orangnya adlah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu-satu, sekali lagi satu! (tepuk tangan hebat)

Ke sinilah kita semua harus menuju: mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan di antara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan “golongan kebangsaan”. Ke sinilah kita harus menuju semuanya.

Saudara-saudara, jangan orang mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren, bukan Saksen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jerman ialah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar, dan Orissa, tetapi seluruh segitiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat.

Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di zaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan di zaman Majapahit. Di luar dari itu, kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanjokrooesoemo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan national staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtajasa saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten meskipun merdeka, bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hassanuddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku Kaityoo, Tuan menjawab: “Saya tidak mau akan kebangsaan”.

Tuan Lim Koem Hian: Bukan begitu! Ada sambungannya lagi.

Tuan Soekarno: Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena tuan Lim Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak da bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya “mensch heid”, “peri kemanusiaan”. Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa ada kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah HBS di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, katanya: Jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 1918, Alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, — ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three People’s Principles”, saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu.

Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh “The Three People’s Principles” itu, Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, — masuk ke lobang kabur. (Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan)

Saudara-saudara, Tetapi… tetapi… menentang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinism, sehingga berfaham “Indonesia Uber Alles”. Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita Indonesia hanya satu bagian kecil saja daripada dunia! Ingatlah akan hal itu!

Gandhi berkata: “Saya seorang nasionalisme, tetapi kebangsan saya adalah peri kemanusiaan”. “My nationalism is humanity”.

Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinism, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropa, yang mengatakan “Deutshland uber Alles”, tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya bangsa minulyo, berambut jagung dan bermata biru “bangsa Aria”, yang dianggapnya tertinggi di atas dunia, sedangkan bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas asas demikian. Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesia yang terbagus dan termulya serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.

Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.

Justru inilah prinsip-prinsip saya yang kedua. Inilah filosofiseli principle yang nomor dua; yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan “internasionalisme”. Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme, yang tidak mau akan adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika dan lain-lainnya.

Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua”, “semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.

Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, saya pun, adalah orang Islam, –maaf beribu-ribu maaf keislaman saya jauh belum sempurna,– tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dari hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, jaga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.

Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat ini agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam kedalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar spaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat ini, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyatanya terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, hiduplah, Islam Indonesia, dan bukan Islam yang hanya di atas bibir saja. Kita berkata, 90% daripada kita beragama Islam, tetapi lihatlah di dalam sidang ini berapa persen yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara sekalian baik yang bukan Islam, maupun terutama Islam, setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan.

Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam badan perwakilan tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di kalangan staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya, kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil fair play! Tidak ada satu negara boleh dikatakan hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah supaya keluar daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan!

Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip, itu yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Saya katakana tadi: prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia merdeka yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democratie. Tetapi tidaklah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela?

Di Amerika ada satu badan perwakilan rakyat dan tidaklah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain dan tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan-badan perwakilan rakyat yang diadakan di sana itu, sekedar menurut resepnya Franche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan demokrasi di sana itu hanyalah politieke democratie saja: semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, — tak ada keadilan sosial, tidak ada economiche democratie sama sekali. Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures yang menggambarkan polieteke democratie. “Di dalam Parlementaire Democratie”, kata Jean Jaures. “di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap orang mempunyai hak yang sama. Hak politik yang sama, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlement. Tetapi adakah sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat? Maka oleh karena itu, Jean Jaures berkata lagi:

Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politiek itu di dalam Parlement dapat menjatuhkan minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di dalam pabrik, sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar keluar ke jalan raya, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa”.

Adakah yang demikian ini yang kita kehendaki?

Saudara-saudara, saya usulkan. Kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indoneia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu-Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.

Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politiek democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.

Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan kepala negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab? Oleh karena monarchie “Voorondestelt Ertelijheid”, turun-temurun. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidaklah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu’minin, harus dipilih oleh rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya Ki Bagoes Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan otomatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monachie itu.

Saudara-saudara, apakah prinsip kelima? Saya telah mengemukakan 4 prinsip”

Kebangsaan Indonesia

Internasionalisme, – atau perikemanusiaan

Mufakat, – atau demokrasi

Kesejahteraan sosial

Prinsip kelima hendaknya:

Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih. Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW. Orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia atau Negara yang ber-Tuhan!

Marilah kita amalkan, jalankan agama baik Islam maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Tepuk tangan sebagian hadirin).

Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaanmheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di sinilah, dalam pengakuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!

Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, di situlah tempatnya kita mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam, yaitu dengan cara yang berkebudayaan!

Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir: Pendawa Lima). Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya.

Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa- namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi… (tepuk tangan hadirin riuh rendah)

Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, hingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah “perasan” yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia merdeka, Wistanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsan dan perikemanusiaan saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme.

Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economiche democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu sana namakan socio-democratie.

Tinggal lagi Ketuhanan yang menghormati satu sama lain.

Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: Socio-nationalisme, social-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang dengan trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “Gotong Royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong! (tepuk tangan riuh-rendah)

“Gotong Royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan” saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekarno satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama. Itulah Gotong-royong! (tepuk tangan riuh rendah)

Prinsip Gotong-royong di antaranya yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah saudara-saudara yang saya usulkan kepada saudara-saudara.

Pancasila menjadi Trisila. Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila, ataukah pancasila? Isinya telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa peperangan, saudara-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, -di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia merdeka, Indonesia yang gemblengan. Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indoneia yang lambat laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT.

Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pebicara-pembicara tadi, barangkali perlu didakan noodmaatregel, peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam perikemanusiaan, untuk permufakatan, untuk sociale rechtvaardigheid: untuk Ketuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun lalu. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya,
Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pebicara-pembicara tadi, barangkali perlu didakan noodmaatregel, peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam perikemanusiaan, untuk permufakatan, untuk sociale rechtvaardigheid: untuk Ketuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun lalu. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realitiet dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan, menjadi realitiet, jika tidak dengan perjuangan!

Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen!

“De Mensch”, manusia! – harus perjuangkan itu. Zonder perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi realitiet! Leninisme tidak bisa menjadi realitiet zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama yang dapat menjadi realitiet. Jangan pun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Al Qur’an, zwart of wit (tertulis di atas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realitiet zonder perjuangan manusia yang dinamakan umat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjuangan umat Kristen.

Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realitiet, yakni jikalau ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan Ketuhanan yang luas dan sempurna, – syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko,- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudra yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad-mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka,’merdeka atau mati”! (tepuk tangan riuh)

Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap “verchrikkelijk zwaarwichtif” itu.

Terima kasih. (tepuk tangan riuh rendah dari segenap hadirin)

(Begitulah sekelumit perjalanan sejarah awal sidang BPUPKI Pertama 29 Mei-1 Juni 1945, Semoga bisa kita ambil hikmah dan intisari nya untuk perjalanan bangsa Indonesia kedepan) MERDEKA !!!


Rabu, 05 Juni 2013

IBU

IBU melahirkan kita sambil menangis kesakitan...
Masihkah kita menyakitkannya?
Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaannya?
Mencaci makinya? Melawannya? Memukulnya? Mengacuhkannya? Meninggalkannya?
IBU tidak pernah mengeluh membersihkan kotoran kita waktu masih kecil, Memberikan ASI waktu kita bayi, Mencuci celana kotor kita, Menahan derita, Menggendong kita sendirian...
SADARILAH bahwa di dunia ini tidak ada 1 orang pun yang mau mati demi IBU, tetapi... Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita... IBU bukan tempat penititipan cucunya disaat anda jalan2. Tetapi disaat beliau sudah tua dan tak bertenaga, yang beliau butuhkan sekarang adalah perhatian anda, datang & hampiri dia, bertanyalah bagaimana kesehatannya saat ini dan dengarlah curhatnya dr hati ke hati, temani dia disaat dia membutuhkan anda, itu saja..... Beliau sudah bahagia sekali.
Di saat IBUmu tidur, coba kamu lihat matanya dan bayangkan matanya takkan terbuka lg untuk selamanya...
Tangannya tak dapat hapuskan airmatamu dan tiada lagi nasihat (yang sering kita abaikan)...
Bayangkan IBUmu sudah tiada... Apakah kamu sdh cukup membahagiakannya... Apakah kamu pernah berfikir betapa besar pengorbanannya semenjak kamu berada di dalam perutnya...
Mari Doakan IBU KITA PANJANG UMUR Dan BAHAGIA LAHIR BATHIN-DUNIA & AKHIRAT.
Barakallahu Fikum

Wanita

Hal terindah pada wanita bukanlah saat ia tersenyum karena bahagia,
tapi saat butiran air matanya terjatuh dalam do'a.

Bukanlah karena kata-katanya yang indah,
tapi pada saat ia diam dalam dzikir. & Do'a nya

Bukanlah karena kecantikannya yang mempesona,
tapi karena sujud dan ruku'nya yang tak henti.

Bukan karena keelokan tubuh yang ia pamerkan,
tapi karena keteguhannya dalam menjaga 'auratnya.

"Maka ia adalah PERMATA yang di rindu dan embun yang dinanti"
Subhanallah

Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghormati Jasa Para Pahlawan & Pejuang Bangsanya. Dan Bangsa Terkutuk Adalah Bangsa Yang Menjadikan Para Pahlawan & Pejuang Bangsa nya Sendiri Layaknya Binatang !!!




"Mereka para Pahlawan tidak akan meminta balasan apapun kepada kita, kecuali satu kebanggaan di atas pusarannya. berdiri sebuah Bangsa dan Negara yang jaya dan berdaulat di Negerinya Sendiri.."


SISI GELAP POLITIK BUNG KARNO

SISI GELAP POLITIK SOEKARNO

Pemimpin yang berkuasa terlalu lama cenderung menjadi diktator. Itu juga yang terjadi pada para pemimpin di Indonesia. Presiden Soekarno juga agaknya tak luput dari kecenderungan itu.

Setelah terjadi serangkaian upaya pembunuhan terhadap dirinya, Soekarno menjadi keras pada lawan-lawan politiknya. Tanpa pengadilan dan dasar yang jelas, Soekarno memenjarakan mereka yang dianggap berseberangan dengan dirinya. Soekarno juga memberedel surat kabar yang dianggap berseberangan dengan dirinya. Inilah saat-saat gelap politik Demokrasi Terpimpin.

Sebelumnya, Mohammad Hatta sudah mundur dari jabatan sebagai wakil presiden. Dwitunggal itu telah lama berpisah. Hatta memilih berdiri di luar pemerintahan. Mengkritisi pemerintahan Soekarno yang makin otoriter lewat tulisan yang cemerlang di berbagai surat kabar.

Mereka yang ditangkap Soekarno di antaranya adalah Sutan Sjahrir, M Roem, Anak Agung Gde Agung, Prawoto Mangkusasmito dan beberapa lainnya. Tuduhan untuk mereka antara lain terlibat percobaan pembunuhan dan membahayakan cita-cita revolusi. Tuduhan itu tak pernah terbukti.

Mereka yang ditangkap dan dipenjarakan Soekarno di Wisma Wilis Madiun, bukan orang biasa. Sutan Sjahrir adalah perdana menteri sekaligus menteri luar negeri Indonesia yang pertama. Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia yang dianggap terlibat pemberontakan PRRI/Permesta.

Sjahrir teguh dalam perjuangannya. Dia kenyang dipenjara Belanda. Sjahrir juga merasakan penderitaan saat dibuang ke Digul, Banda Neira, hingga Parapat, Sumatera Utara oleh Belanda. Sjahrir bersama Hatta dan Soekarno berdiri bersama di saat-saat paling genting terjadi di negeri ini awal kemerdekaan.

Ironisnya, tahun 1962, Sjahrir ditangkap bekas rekan seperjuangannya sendiri, Soekarno. Sjahrir dipenjara oleh bangsanya sendiri. Bangsa yang dia perjuangkan puluhan tahun untuk merdeka.

Kesehatan Sjahrir di dalam tahanan terus memburuk. Tidak ada cara lain, dia harus dibawa ke Zurich, Swiss. Dia menjalani perawatan hingga meninggal tanggal 9 April 1966 pada umur 57. Statusnya saat meninggal masih sebagai tahanan. Jenazah Sjahrir dipulangkan dari Swiss. Presiden Soekarno langsung memberikan gelar pahlawan nasional pada Sjahrir.

Sementara Mohamad Roem dan Prawoto Mangkusasmito adalah tokoh Partai Masjumi. Partai ini juga dianggap terlibat pemberontakan PRRI/Permesta. Sama seperti Sjahrir, M Roem juga kawan seperjuangan Soekarno. Dia pernah menjabat sederetan posisi penting di negeri ini. M Roem tiga kali menjabat sebagai menteri dalam negeri. Dia juga pernah menjadi wakil perdana menteri.

Bagaimana tanggapan Soekarno ketika dicap sebagai diktator?

"Apa aku seorang diktator? Tidak! Ada lima buah badan demokratis yang memerintah bersamaku. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung serta Presidium, sebuah triumvirat yang terdiri dari Wakil Perdana Menteri Subandrio, Leimena dan Khairul Saleh," bantah Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams.

"Seorang diktator memiliki suatu partai di belakangnya. Yang selalu siap mengambil kekuasaan. Soekarno tidak punya. Soekarno tidak memiliki organisasi yang mendukungnya. Seorang diktator memerintah dari tahtanya. Soekarno tidak berada di tengah rakyat, Soekarno adalah rakyat."

"Tidak kawan, aku bukan Hitler. Jika benar bahwa seseorang pemimpin yang dikaruniai daya tarik dan wibawa untuk menggerakan orang banyak itu seorang diktator, biarlah dikatakan aku seorang diktator yang berbuat kebajikan,"
jelas Soekarno.



Wallahualam Bishshawab
*Alur Sejarah yang tercipta di negeri ini adalah Tergantung siapayang berkuasa di jamannya
MERDEKA !!!

HAM = Syahwat Politik USA



Dalam sebuah buku, Ideal Illusions — How the U.S. Government Co-Opted Human Rights, sejarawan James Peck berpendapat bahwa sejak tahun1970-an, Washington mulai menjadikan HAM sebagai senjata ideologis untuk alasan yang sebenarnya merupakan upaya memperluas pengaruh global Amerika dibandingkan dengan memajukan hak-hak asasi yang sebenarnya.
Setiap tahun sejak 1976, Departemen Luar Negeri AS telah menerbitkan laporan yang sangat detail tentang kondisi hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia. Yang terakhir, pada bulan April 2011 lalu, terdiri lebih dari 2 juta kata, dicetak dari website negara, menghasilkan lebih dari 7.000 halaman kertas. Laporan ini mencakup 194 negara di dunia, ya, setiap negara di dunia, kecuali satu : Amerika Serikat.
Ini jelas menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apakah Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara di planet ini dengan rekor sempurna di bidang HAM, baik di dalam negeri ataupun di negara-negara dimana Amerika terlibat perang? Jika tidak, mengapa pemerintah Amerika merasa berhak untuk meneliti praktek-praktek hak asasi negara lain? Laporan ini banyak mengandung cacat bahkan di negara-negara yang jarang terpikirkan oleh kita dalam konteks pelanggaran hak asasi manusia.
Menlu AS Hillary Clinton menggambarkan laporan tahunan itu sebagai "catatan yang paling komprehensif yang tersedia mengenai kondisi hak asasi manusia di seluruh dunia" dan menaruh perhatian terhadap detail laporan yang memang mengesankan. Bab laporan tentang negera Vanuatu, misalnya, berisi 5.000 kata, ‘deskripsi’ yang cukup banyak mengingat negeri di Pasifik itu hanya memiliki 220.000 jiwa.
Laporan tentang Indonesia sendiri terdiri dari tidak kurang 33 halaman (jika dicetak), 14.746 kata, yang mencatat cukup detil data-data pelanggaran HAM di Indonesia, yang intinya Amerika menilai pemerintah tidak memuaskan dalam persoalan HAM. (dapat dilihat di link ini : http://www.state.gov/j/drl/rls/hrrpt/2011/eap/186273.html ) *klik report-report human right-indonesia.
Darimana Amerika mempunyai laporan sedetil itu? Tentu saja dari NGO-NGO / BABU atau GUNDIK -nya, bantuan yang tersebar di seluruh dunia seperti USAID, UNDP, AUSAID, NDI, NED, termasuk dari LSM-LSM domestik di bidang HAM dan demokrasi.
# Reaksi China dan Rusia mengenai HAM #
Hanya Rusia dan China yang bereaksi dengan laporan tersebut, Rusia melontarkan kritik pedas atas laporan tahunan HAM terbaru itu dengan mengatakan ‘penuh bukti-bukti nyata penggunaan standar ganda’ dan ‘politisasi isu-isu hak asasi manusia.’
Rusia balik menuduh pelanggaran HAM pun dilakukan Amerika seperti dalam kasus penjara Guantanamo dan Bagram yang masih beroperasi walau Barrack Obama menjanjikan akan menutupnya begitu ia terpilih sebagai Presiden untuk kali pertama.
China pun tidak kalah keras dalam merespon laporan tahunan tersebut, Beijing bahkan marah dan balik menerbitkan laporan tahunan balasan yang semuanya fokus membahas Amerika Serikat. Laporan terbaru rilis hanya dua hari setelah Amerika menerbitkan laporan HAM yang menyoroti kebijakan China yang meningkatkan tekanan terhadap politisi pembangkang, aktivis HAM, jurnalis, dan pengacara.
China merespon dengan menyatakan,“Amerika Serikat mengabaikan persoalan HAM-nya sendiri dan dengan penuh semangat mempromosikan apa yang disebutnya sebagai ‘diplomasi hak asasi manusia’, menggunakan isu HAM sebagai alat politik untuk memfitnah negara-negara lain dan mengembangkan kepentingannya sendiri.”
# HAM sebagai Doktrin dan Strategi #
Laporan tahunan HAM yang dirilis Deplu Amerika yang begitu percaya diri menilai dan menghakimi kondisi HAM negara-negara lain, dan mengabaikan kasus-kasus yang dilanggarnya sendiri, membuktikan bahwa demokrasi dan HAM adalah senjata politik Paman Sam untuk mengembangkan jaringan dan pengaruhnya di dunia.
Jika anda 'terutama para penggiat HAM' masih meragukan hal tersebut, mari kita lihat pada pijakan dasar kebijakan AS, yaitu : Strategi Keamanan Nasional dan Strategi Pertahanan Nasional yang dirilis tidak lama setelah tragedi 11 September.
Berikut kutipan dari beberap sumber diambil beberapa poin penting yang menunjukkan HAM merupakan alat politik Amerika demi melanggengkan kedudukannya sebagai Polisi dan Hakim Dunia.
I. U.S. National Security Strategy,
Mempromosikan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Luar Negeri.
Amerika Serikat mendukung perluasan demokrasi dan hak asasi manusia di luar negeri karena pemerintah yang menghormati nilai-nilai yang lebih adil, damai, dan sah. Kami juga melakukannya karena keberhasilan Demokrasi dan HAM di luar negeri dapat menumbuhkan lingkungan yang mendukung kepentingan nasional Amerika.
Maka logis, demokrasi dan HAM merupakan bagian dari doktrin/konsep keamanan nasional Amerika setikat, karena dengan merebaknya rezim-rezim ‘demokrasi’ di seluruh dunia, maka itu menjadi kunci pengaman bagi kepentingan-kepentingan nasional Paman Sam.
Kita membutuhkan PBB yang mampu memenuhi tujuan para pendirinya sebagai pemelihara perdamaian dan keamanan internasional, mempromosikan kerjasama global, dan memajukan hak asasi manusia.
PBB pun menjadi alat politik Paman Sam dalam mewujudkan kemanan nasional Amerika, secara kasat mata publik sudah mengetahui bagaimana Paman Sam memperalat PBB untuk memaksakan kehendaknya kepada negara lain, seperti yang terjadi di Irak, Libya, Tunisia, Afghanistan, Palestina, Chile, Haiti, dan Suriah dengan topeng “Humanitarian Ops” Operasi Kemanusiaan.
II. U.S. National Defence Strategy
Di abad ke-21, hanya negara yang berbagi komitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan menjamin kebebasan politik dan ekonomi, akan mampu memaksimalkan potensi rakyatnya dan menjamin kesejahteraan masa depan mereka.
Prinsip-prinsip pemerintah Amerika dalam melakukan kerja sama internasional, termasuk program-program bantuan internasional Amerika melalui berbagai lembaga pemerintahan maupun non pemerintah (NGO):
- Berbicara secara terbuka tentang pelanggaran martabat manusia dengan memanfaatkan suara negara dunia ketiga di forum-forum dunia, dan voting di lembaga internasional untuk memajukan kebebasan.
- Menggunakan bantuan asing untuk mempromosikan kebebasan dan mendukung mereka yang berjuang tanpa kekerasan untuk itu, memastikan bahwa negara-negara bergerak ke arah demokrasi menghargai langkah-langkah yang telah mereka ambil.
- Menjadikan kebebasan dan pengembangan demokrasi sebagai tema kunci dalam kami hubungan bilateral antara Kami (Amerika) dengan negara lain, mencari solidaritas dan kerjasama dari negara demokratis lainnya, sementara kita menekan pemerintah yang menolak hak asasi manusia hak bergerak menuju masa depan yang lebih baik.
- Amerika akan selalu mensyaratkan HAM dan demokrasi sebagai syarat menjalin hubungan bilateral atau menjadi sekutu (budak) Amerika. Termasuk akan memanfaatkan bantuan-bantuan asing terhadap suatu negara untuk menancapkan pengaruh atas nama HAM dan demokrasi
# Tirani Pemikiran dan Kudeta Sipil #
Pemahaman tentang HAM dan prakteknya di Indonesia pun sangat paralel dengan paradigma dasar yang mejadi pijakan politik luar negeri Amerika, mungkin ini disebabkan LSM-LSM atau aktivis HAM di Indonesia pun dimentori oleh aktivis-aktivis HAM dari Amerika.
Standar ganda dalam kasus-kasus HAM di Indonesia pun sangat kentara, ketika aktivis ELSAM mengecam pembunuhan empat orang di lapas Cebongan sebagai Extra Judicial Killing, mengapa mereka tidak mengatakan hal yang sama ketika Densus 88 membunuh TERDUGA (masih terduga,belum terbukti) teroris tanpa putusan pengadilan?
Jika diungkap, sebenarnya banyak sekali standar ganda para aktivis HAM di Indonesia, jika merujuk ke belakang, perhatikan saja kasus-kasus konflik sosial seperti Ambon 99, Poso, Mei 98, dan banyak lagi.
Amerika dalam praktek politiknya, dengan mudah menuduh negara manapun yang bertentangan sikap dengan Washington akan dituduh sebagai anti demokrasi, anti HAM, dan anti kebebasan sipil. Dan Amerika akan melakukan apa pun untuk menghancurkan negara-negara yang ‘antidemokrasi’ dengan melakukan boikot politik, embargo ekonomi, dan lainnya. Lihat saja apa yang dilakukan Paman Sam terhadap Irak, Libya, Suriah, Mesir, Tunisia,Iran, dan Venezuela. Itulah yang dimaksud “Kudeta Sipil” yaitu gerakan penggulingan pemerintahan yang sah dengan dalih anti HAM, anti demokrasi, dengan memanfaatkan kelompok-kelompok sipil, baik secara damai maupun bersenjata.
Layaknya mentor mereka, para penggiat HAM di Indonesia pun dengan mudah menuduh kelompok atau pemikiran yang mengkritisi HAM maupun demokrasi sebagai ‘anti demokrasi’ atau ‘antek orde baru’. Diakui atau tidak, mereka telah menjalankan TIRANI PEMIKIRAN yang menutup semua celah-celah kritik dan tafsiran-tafsiran dari sudut pandang yang berbeda.
Perlu diketahui, kelompok atau pihak yang mengkritisi isu-isu HAM yang digalang Amerika maupun LSM-LSM itu bukanlah sebuah sikap anti demokrasi, melainkan sebuah kontra opini dan sorotan tajam atas standar ganda penegakkan HAM (baik di dalam maupun di luar negeri). Lebih dari itu, bagi kami, isu HAM tidak lebih dari sebuah ALAT POLITIK untuk menekan suatu pemerintahan, bahkan menggulingkannya. Jadi isu HAM jauh dari niat tulus untuk memuliakan martabat anak manusia.
Kami tidak anti penegakkan HAM, jika persoalan itu benar-benar untuk menjadikan manusia sebagai satu entitas alam raya yang mulia, bermartabat, dan sederajat. Tetapi coba pikirkan lagi, untuk apa berteriak-teriak HAM jika kemudian itu hanyalah bagian dari sebuah skenario jahat untuk menekan kedaulatan sebuah negara?
Terbukti sudah, nilai-nilai universal yang dijajakan Washington sebenarnya tidak universal, bahkan kepentingan politik lebih kentara daripada pertimbangan hak asasi manusia. Setelah terjadinya aksi protes massa yang berhasil menggulingkan kekuasaan di Tunisia dan Mesir, negara-negara lain pun bereaksi terhadap pemberontakan popular yang mengalami represi dan kekerasan. Di Libya, Amerika Serikat telah berpihak secara militer dengan kelompok oposisi (yang memang dilatih oleh CIA), di Yaman, Amerika Serikat pun menyerukan agar presiden mengundurkan diri.
Tetapi anehnya, tidak ada seruan yang sama bagi para penguasa kerajaan Bahrain, dimana demonstrasi pro-demokrasi memaksa penerapan darurat militer. Lebih dari dua lusin orang dilaporkan tewas dan 400 ditangkap dalam penumpasan secara kejam yang didukung oleh Arab Saudi. Jika memang Amerika benar-benar “Rasul” dalam urusan HAM dan Demokrasi, mengapa Washington tidak menekan rezim kerajaan Bahrain atas aksi represi terhadap massa?
Di Bahrain, Amerika jelas melakukan pengecualian dalam proyek Arab Springs. Jika di LibCIA, Mesir, TuniCIA, dan SurCIAh, Amerika memberikan bantuan kepada pihak “oposisi”, di Bahrain sangat berbalik. Meski jelas Bahrain bukanlah rezim demokrasi (sama halnya dengan Saudi), tetapi Bahrain adalah kunci penting bagi AS, negara kecil itu adalah tempat pangkalan Armada Kelima Amerika yang mengawasi jalur pelayaran penting minyak.
Jika Hillary pada 8-April mengatakan soal laporan tahunan HAM itu dengan berkata, "Kami berharap bahwa laporan ini (hak asasi manusia) akan memberikan kenyamanan bagi para aktivis (Gundik USA)." Tampaknya bagi para aktivis (Gundik) prodemokrasi di Bahrain tidak demikian.
Selama masih digunakannya standar ganda dan politisasi, isu HAM tidak lebih dari penghangat hidangan kepada tuan-tuan besar yang tersenyum puas diujung meja jamuan. Selama itu pula kedaulatan akan terus digadaikan, selama itu pula martabat kita tidak lebih dari kacung-kacung adidaya.
Mari kita sama-sama selamatkan kedaulatan bangsa ini dari imperialis Amerika atas nama HAM, bubarkan Komnas HAM dan mempersempit ruang gerak LSM antek-antek Amerika. Ayo kita hantam mereka yang melemahkan Patriot-Patriot Benteng NKRI !!! Salam Korsa !!!
#NKRI Harga Mati !


Alasan Amerika Tdk Berani Menyerang Indonesia

Alasan Amerika Tdk Berani Menyerang Indonesia

PENTAGON m'bayangkan jika AS t'paksa hrs mnyerang Indonesia, brp kerugian yg hrs di pikul pihak AS.

Bgtu memasuki perairan dataran indonesia, mrka akan dihadang pihak Bea&Cukai krn m'bawa msk senjata api & senjata tajam serta peralatan perang tnpa surat izin dr pemerintah RI, ini b'arti mrka hrs sediakan “Uang Damai”.

Lalu apabila mrka m'dirikan Base Camp militer, di sekitarnya pasti akan dikelilingi oleh para tukang Bakso, es kelapa, Aqua, lapak VCD bajakan dll, blm lg komedi puter yg bakal ikut mangkal di sekitar Base Camp jg.

Sepanjang jln ke lokasi Base Camp, pasukan AS hrs m'hadapi “Mr.Cepek” yg b'lagak m'perbaiki jln sambil mungut biaya bagi kendaraan yg lewat. Dan jika kendaran tempur hrs belok melewati per 3an mrka hrs menyiapkan Recehan utk para “Mr. Cepek” tsb.
Saat konvoi mrka jg akan dihampiri pengamen, pengemis & anak2 jalanan. Ini b'arti hrs mengeluarkan recehan lg.

Mlm hari di hutan yg sepi mrka akan dikunjungi para wanita yg t'tawa & menangis. Hrs nya mrka senang krn bisa b'kencan dgn wanita ini tp kesenangan tsb akan sirna bgtu melihat para wanita ini punya bolong besar di punggungnya alias “Sundel Bolong”.

Pagi harinya mrka tdk bisa mandi krn di sungai bnyk dilalui “Rudal Kuning” yg ditembakkan penduduk setempat dr “Flying Helicopter” alias (WC terapung di atas sungai).

Pasukan AS jg tdk bisa jauh2 dr p'alatan perangnya, krn disekitar Base Camp sdh m'intai pedagang besi loakan & bandit2 kapak merah yg siap m'pereteli p'alatan perang canggih tsb, lengah sdikit saja mrka bakal siap KILO-in atau colong tu barang.

Dan mrka jg hrs m'bayar sewa tanah yg digunakan utk Base Camp kpd Haji Toyib, Bang Ro’ib & Engkong Jai’ para pemilik tanah. Di samping itu mrk jg hrs minta izin kepada RT/ RW & kelurahan, artinya brp meja yg hrs dilalui dan brp bnyk dana yg hrs disiapkan utk meng-amplopi pejabat2 ini.

Komandan2 di pasukan AS ini jg akan kena tugas ekstra m'awasi prajurit2nya yg bnyk mnyelinap kluar Base Camp utk nonton dangdut di RW-06, katanya ada “Lina Geboy” disana.

Maka, stlah mnimbang cost & benefit akhinya Pentagon mmutuskan TIDAK AKAN MENYERANG INDONESIA!!!

*DAMN I LOVE INDONESIA