Kamis, 06 Juni 2013

Soeharto Tidak Layak Menjadi Pahlawan Nasional



Masih ada saja kelompok masyarakat yang bersemangat mendesak pemerintah untuk pemberian gelar pahlawan nasional kepada Mantan Presiden RI Soeharto.  Sejumlah elemen masyarakat yang masih eling menyatakan sikap menolak dengan tegas rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dengan alasan apapun.

Alasan serta ulasan penolakan itu antara lain
Pertama, selama berkuasa lebih kurang 32 tahun Suharto tercatat sebagai salah satu penguasa nomor wahid yang paling banyak memiliki catatan pelanggaran HAM di dunia.
Beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang  menjadi tanggung jawab Soeharto, antara lain, efek Tragedi Politik 65, yang membantai jutaan korban anak bangsa tanpa proses peradilan yang jelas dengan tuduhan bahwa mereka terlibat PKI, tragedi kebijakan pembangunan dengan penggusuran rakyat (misalnya pembangunan waduk Kedungombo dll), politik pengekangan kebebasan mahasiswa, pembredelan pers yang dianggap berseberangan dengan jalan kekuasaan nya, peristiwa Timor Timur, Talangsari, Penembakan Misterius (Petrus), Tanjung Priok, DOM di Aceh, sampai dengan Tragedi Mei 1998. Dan salah satu hal yang paling fatal adalah menghalalkan segala praktik dosa nya mengatas namakan Pancasila. Berbagai praktik pelanggaran HAM tersebut, sampai akhir hayatnya, tidak pernah dipertanggungjawabkan Soeharto baik secara politik maupun secara hukum. Itu artinya masyarakat korban politik Soeharto sampai saat ini tidak pernah mendapatkan kebenaran, pemulihan, dan keadilan. Dengan kata lain, Soeharto tidak memiliki prasyarat dasar sebagai  Pahlawan, yakni pemimpin yang bersih dan bertanggung jawab. Sebaliknya, Soeharto adalah pemimpin politik yang tangannya penuh lumuran darah rakyat yang ditindasnya. Kalaupun Soeharto disebut memiliki sejumlah jasa kepada republik ini, jasa-jasa tersebut  tidak bisa menghapus dosa-dosa politik yang dibuatnya. Bahkan efek terbesar saat ini dari Pelanggaran HAM Soeharto tersebut adalah melemahnya bargaining positions TNI dan Ketahanan Nasional RI dimata Dunia Internasional dikarenakan dosa-dosa HAM Soeharto yng terlalu menjadikan TNI (ABRI) sebagai Algojo politik lapangan Soeharto untuk menebas siapapun yang dianggap berseberangan / lawan politik serta  siapapun yang mengganggu stabilitas pemerintahannya. Sungguh miris melihat Patriot-patriot NKRI (TNI) saat ini yang sudah semakin profesional & cerdas, sedikit-sedikit selalu dihantui Hantu yang bernama KOMNAS HAM & LSM Kemanusiaan (sebagai penjelmaan tangan-tangan USA & Pihak Barat) yang selama ini sangat menyudutkan TNI. Ini jelas efek kejahatan HAM Soeharto bukan dosa TNI yang semakin profesional & cerdas
.  
Kedua,  Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi:
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.
Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR.


Ketiga, Soeharto tercatat sebagai pemimpin politik nomor satu paling korup di Dunia (Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations, 2005), sama dengan peringkat hasil penelitian Transparency International, tahun 2004. Oleh sebab itu, pemberian gelar kepahlawanan kepada Jenderal Soeharto,
seorang diktator dan pemimpin politik paling korup akan menjadi cacat sejarah bagi pemerintahan SBY/Budiono. Partai politik, yang sedang berkuasaa saat ini, akan ditagih oleh generasi mendatang.
Cacat dan luka terberat justru dialami oleh rakyat Indonesia sebab rakyat akhirnya termanipulasi oleh para penguasa licik dan banci dengan pemberian gelar kepahlawanan kepada sang diktator dan pemimpin paling korup di dunia.

Keempat, Rezim SBY-Boediono wajib meluruskan sejarah tragedi politik 65, Malari, Tanjung Priok, Trisakti 1998 dll, mengungkap kebenaran, serta mewujudkan keadilan dengan memulihkan hak-hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya para korban politik Soeharto. Rezim SBY - Boediono wajib mengembalikan pencitraan & bargaining positions TNI sebagai penyangga Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas & Objektif tanpa takut atas issue HAM yang dikeluarkan pleh LSM antek-antek asing  serta Komnas HAM. Karena permasalahan krisis ideologi serta disintegrasi bangsa yang terjadi saat ini semakin marak. Jangan lah dosa Politik & HAM Soeharto mengorbankan TNI ke dasar jurang yang jauh dari fungsi serta tugas yang sesungguhnya. Kembalikan tempat TNI untuk bermanunggal bersama Rakyat demi menjaga serta mencegah terjadinya Disintegrasi Bangsa dan Infiltrasi Asing. TNI dari dan untuk Rakyat ! Bukan untuk Soeharto dan kroni-kroni nya !



MERDEKA !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar